Hallo, selamat malam minggu kawan love story. Kali ini kita
kembali bercerita mengenai suatu kisah nyata perjalanan CINTA, kita sadar cinta
banyak bentuknya. Cinta juga tak selamanya indah terkadang kita harus berpisah
dengan seseorang yang sangat kita cintai. Entah karena restu, kepercayaan atau
bahkan karena adanya orang ketiga dalam sebuah hubungan. Kali ini kita akan
bercerita mengenai perjalanan dua orang manusia yang saling mencintai, namun
harus saling pergi karena berbeda pandangan (agama) . ini bukan lagi masalah
cemburu, tapi ini perihal yang jauh lebih rumit, bahkan mustahil untuk di
tentang.
Oke,semua kisah ini berawal saat aku dibangku SMA, aku mencintai
seorang gadis imut yang cerdas. Dari awal aku tahu kita beda kepercayaan, tapi
dulu ku pikir "ah gampang tinggal
pindah agama aja". Tapi seiring berjalannya waktu, ternyata semua
semakin rumit, semua tak semudah yang dibayangkan. Aku yang terlanjur semakin
sayang, tapi perbedaan ini, semakin menemukan titik terang, seolah akan ada
perpisahan. Aku coba untuk berpura pura dengan keadaan, tapi tetap saja. Tuhan
menunjukan jalan, bahwa aku harus menghentikan semua yang sudah aku mulai.
Ada milyaran manusia di muka bumi, dan ada milyaran warna yang
menghiasi dunia. Namun, yang kutahu hanya ada satu, Tuhan yang sama. Hanya
kitalah yang mulai menyebut-Nya, dengan nama yang berbeda. Aku memulai hariku
dengan bismillah, dari satu aktivitas ke tiap aktivitas lainnya. Tidak jauh
beda denganmu, kamu memulai harimu dengan menyebut nama Bapa di surga. Dan ada
kasih-Nya di setiap langkahmu.
Ada banyak hal yang sangat berbeda dari kita berdua. Meskipun
kutahu kita hanyalah manusia biasa. Makhluk yang tercipta karena cinta, kasih
dan rahmat Tuhan yang Esa. Aku bahkan nyaris tak tahu apa yang menyebabkan kita
berbeda. Apakah aku yang bertasbih ?, dan kamu yang berkalung rosario? Apakah
aku yang mengucap assalamualaikum ?, tapi kau justru menjawabnya dengan shalom.
Aku tak tahu apa yang membuat kita sangat sulit untuk melangkah bersama.
Apakah karena kita berada dalam persimpangan arah? Akupun demikian
terlalu takut untuk melangkah satu jengkal mendekatimu. Takut jika langkahku
justru membuat jurang perbedaan itu semakin nyata. Seiring berjalannya waktu,
aku mulai menyadari bahwa persimpangan di depan kita tak akan pernah menyatu.
Aku dan kamu seperti dua garis lurus, sejauh apapun kita menariknya ia tidak
akan pernah bertemu, yang ada semakin dekat ia dengan titik infiniti dan menuju
ketakberhinggaan.
Semakin jauh dan nyaris memudar, jalan yang mungkin akan kita
lalui. Hingga membuatku takut untuk melanjutkan langkah. Aku takut tersesat
terlalu jauh, meski kamu dengan percaya diri mencoba mendekatkan perbedaan itu.
Bagimu kita tak ada bedanya, dengan jutaan bahkan milyaran pasangan di sana,
yang membuatnya beda hanyalah arah kiblat dan salib. Dan aku tahu jatuh cinta
padamu hal tersulit yang pernah kualami.
Aku seolah berada di dalam dua dinding, yang saling bergerak
menghimpitku. Kamu ingin aku untuk berada di sisimu, dan akupun ingin
menemanimu hingga kamu mungkin akan merasa bosan. Tapi, tahukah kamu ? jika aku
memilihmu dan meninggalkan Tuhanku? Tidakkah kamu khawatir jika suatu saat aku
akan meninggalkanmu ? seperti aku meninggalkan Tuhanku? Mengucapkan selamat
tinggal dan salam perpisahan ternyata adalah hal yang sangat sulit dan menyakitkan,
Sayang…
Begitu juga denganku, akupun ingin terus melangkah bersamamu,
bergandengan tangan melewati jalan setapak dengan penuh kasih. Maafkan aku,
jika aku memilih untuk menyerah padamu. Pertemuan kita bukanlah untuk menuju
akhir yang bahagia. Namun, pertemuan kita adalah proses belajar bagaimana
menghargai setiap keputusan yang kita ambil. Terlalu sulit untuk bertahan.
Semakin kita ingin bertahan justru semakin sering kita menyakiti. Biar luka ini
aku bawa seorang diri. Menurutku terlalu egois jika aku mengutamakanmu
dibanding tuhanku, karena kamu sendiri pasti sadar, Tuhan jauh lebih dibanding
apapun. Aku bisa saja memilihmu tapi bukan dengan menduakan tuhanku, kamu punya
kepercayaan begitu juga aku, aku gak mau membuatmu membangkang atau meninggalkan
tuhanmu hanya karena cinta. Jikalau suatu saat nanti kau meninggalkan tuhanmu,
yang aku ingin itu atas dasar kepercayaan dan pertimbangan, bukan berdasarkan
rasa sayang atau cinta yang kita tanam saat ini. Yang bisa hilang kapanpun saat
bosan sudah menghampiri.
Aku sempat berpikir "apakah
aku yang bukan makhluk ciptaan tuhanmu, layak untuk mencintai kamu sebagai
hambanya" terkadang ini yang membuatku selalu meragukan hubungan kita.
Saat ini, aku semakin yakin, bahwa kita tak bisa bertahan, semakin kita
bertahan dengan perbedaan kepercayaan, justru akan berakhir jauh menyakitkan.
Kita harus hentikan semuanya sampai disini, aku terluka begitu juga kamu. Kita
berpisah bukan atas dasar hilangnya rasa cinta, tapi ada satu titik yang jauh
lebih bermakna, dan tidak bisa kita perdebatkan lagi. Biar aku kembali pada
tuhanku begitu juga kamu. Kita bisa menjadi teman atau sahabat tapi bukan
pasangan, ini berat karena aku harus melepaskan seseorang yang jelas jelas aku
sayang. Aku ingin miliki kamu, tapi ini berat bagiku, juga kamu dan tuhanmu.
Selamat tinggal, kuucapkan di persimpangan ini. Terima kasih telah
hadir dan membahagiakanku meski hanya sesaat.
Beragam,
bukan berarti berbeda
Berwarna, bukan tak sama.
Berwarna, bukan tak sama.
Kita bersatu karena perasaan
Bukan karena kita sama
Karena memang sesungguhnya, manik- manik tasbihku tetap berbeda dengan manik-manik rosariomu.
LDR terjauh adalah, saat Assalamualaikum, dibalas
dengan Shalom.
Ingat, Jiwa Millennial selalu berkomentar dengan sikap membangun ConversionConversion EmoticonEmoticon